Meringkas Gamelan untuk Generasi TI

Rencananya, aplikasi juga akan dilengkapi lirik dan notasi.
-- Annisa Fitriani

KOMPAS.om - Sekarang semakin banyak warga dari negara asing mempelajari gamelan. Namun pada saat yang sama, kontras dengan itu, semakin banyak pula generasi muda Jawa meninggalkan seni musik tradisi leluhurnya tersebut.

Fakta ironis ini mendasari tiga pelajar SMA Negeri 1 Yogyakarta menciptakan aplikasi komputer gamelan virtual. "Virtualizing Gamelan", demikian aplikasi komputer itu disebut, menyajikan gamelan dalam bentuk aplikasi komputer yang ringkas dan menarik.

Tiga penggagasnya adalah pelajar Annisa Fitriani (17), Miftah Adiyaksa Luckyarno (16), dan Ninda Frisky Rahmawati (17). Pada kompetisi penelitian Indonesia Young Scientists (Inays) di Bandung pekan lalu, karya ilmiah ini meraih medali emas di bidang komputer dalam. Karya ini juga menjadi salah satu kandidat untuk ikut International Conference of Young Scientists yang berlangsung di Moskwa, Rusia, tahun 2011.

”Saya lihat teman-teman saya lebih tertarik pada musik klasik Barat atau musik tradisional daripada gamelan. Kalau ditanya alasan mereka sama, belajar gamelan mahal dan tidak praktis. Karena itulah, kami ingin membuat aplikasi komputer yang membuat belajar gamelan menjadi lebih murah dan mudah dipelajari,” kata Annisa di Yogyakarta, Rabu (13/10/2010) lalu.

Annisa mengatakan, pembuatan gamelan virtual juga terinspirasi aplikasi angklung virtual yang sebelumnya dibuat pelajar Bandung, Jawa Barat. Keinginan membuat gamelan virtual semakin kuat ketika mereka menemukan banyak aplikasi gamelan virtual di internet yang telah dibuat warga asing.

”Masak kita malah kalah sama mereka,” kata Annisa menambahkan.

Aplikasi ini menyediakan gamelan dalam versi pelog (gamelan tujuh nada) dengan delapan instrumen, yaitu bonang, gong, gambang, kempul, kenong, gender, saron, dan slenthem. Menurut Annisa, gamelan virtual versi pelog ini dipilih karena masih jarang.

Sebagian besar visual gamelan yang telah ada merupakan versi slendro (gamelan lima nada). Aplikasi tersebut mempunyai empat menu, yaitu perkenalan gamelan, bermain dengan orang lain, bermain sendiri, dan menu main.

Pilihan ”bermain dengan orang lain” memungkinkan permainan dilakukan beberapa orang sekaligus melalui sambungan internet. Pada menu ”main”, pemain dapat berlatih gamelan dengan iringan lagu lancaran ”Kebo Giro” dan lancaran ”Udan Mas”.

Sebelum membuat karya ilmiah ini, Annisa dan Yayak mengaku harus mempelajari seluk beluk musik gamelan. Maklum, keduanya termasuk generasi masa kini yang lebih akrab dengan musik modern. Di antara ketiganya, hanya Ninda yang lumayan dengan musik tersebut karena mengikuti ekstrakurikuler gamelan di sekolah.

Mereka juga merekam setiap nada pada gamelan secara manual di studio rekam. Proses perekaman ini memakan biaya tak sedikit, yaitu mencapai Rp 800.000. Padahal, dana penelitian ini hanya Rp 1 juta.

Pembuatan aplikasi dikerjakan oleh Miftah Adiyaksa Luckyarno yang biasa disapa Yayak. Pembuatan dilakukan menggunakan Flash Macro Media dan bahasa pemograman Pascal. Program ini dikerjakan dalam waktu hanya dua bulan mengingat tenggat untuk mengikuti Inays sudah begitu dekat.

”Jadinya memang kurang sempurna karena waktunya memang mepet sekali,” kata pelajar kelas XI itu.

Menarik

Karena berbentuk aplikasi komputer, ”Virtualizing Gamelan” juga diharap lebih mampu menarik generasi muda saat ini yang memang akrab dengan teknologi informatika dan komputer. Ke depan, aplikasi direncanakan akan diluncurkan di internet sehingga dapat diakses dari seluruh dunia. Penyempurnaan program masih terus dilakukan.

”Kami berusaha membuat pengodean setiap nada dengan keyboard sehingga mainnya nantinya bisa dimainkan seperti main piano. Rencananya, aplikasi juga akan dilengkapi lirik dan notasi,” kata Annisa.

Yayak pun mempunyai ambisi untuk menyempurnakan ”Virtualizing Gamelan” tersebut. Dia berharap, nantinya akan dapat memasukkan gamelan versi keraton Yogyakarta yang dikenal rumit.

Tidak saja meringkas gamelan, ketiga pelajar ini juga berupaya mendokumentasikan berbagai versi gamelan sehingga nantinya musik klasik Jawa tersebut tetap dikenal oleh masyarakat luas.

Sumber: Kompas

Siswa SMA 1 Jogja bikin program canggih pengontrol belanja


2011040193529_ikhsan2_copy_swit.jpg

Siswa kelas XI IPS SMA 1 Jogja, Ikhsan Brilianto, menyadari nafsu belanja itu sulit dikendalikan. Mengatasi itu, ia mengembangkan software atau perangkat lunak ponsel yang bisa mengendalikan nafsu belanja sesuai dana dan kebutuhan.

Ditemui di sekolah kemarin pagi, siswa berusia 17 tahun itu menguraikan, ide membuat software yang bisa memindai barang belanjaan melalui ponsel muncul setelah mengamati pola belanja di minimarket dan supermarket.

Belanja di toko berkonsep swalayan – pembeli mengambil barang yang dibutuhkan – ada kecenderungan barang yang dibeli melebihi kebutuhan. Terlebih bila pembeli menggunakan kartu kredit. Hal itu berdampak, belanja di swalayan cenderung over budget.

Nah, temuan Ikhsan ini solusi agar pembeli tidak berbelanja melebihi jumlah uang yang dianggarkan. Menggunakan Eclipse yang termasuk open source, Ikhsan bisa membangun program berbasis Java atau dikenal Java Development Tools, yang bisa dimasukkan dalam ponsel.

Adapun hasil dari pengembangan program berbasis Eclipse itu dinamakan Future Market dan berfungsi sebagai pemindai bar code barang. Saat memindai kode, program otomatis terhubung dengan voucher belanja. Sehingga bila pembelian dilakukan, jumlah uang dalam voucher otomatis berkurang.

“Prinsip kerjanya serupa dengan voucher pulsa, seseorang harus terlebih dahulu membeli satuan kredit yang rencananya akan dijual di minimarket-minimarket sebelum menggunakannya untuk berbelanja,” jelas Ikhsan saat ditemui Harian Jogja di sekolah setempat, Kamis (31/3).

Karena prinsipnya serupa dengan voucher pra-bayar, lanjut Ikhsan, maka ketika jumlah uang yang ada dalam voucher habis, pembelian tidak bisa dilakukan. “Itu bisa mengontrol agar barang yang dibeli sesuai dengan kebutuhan,” jelasnya.

Ikhsan mengembangkan program yang dinamakan Future Market itu dengan rekan sekolahnya, Greha Devana Candra, yang duduk di kelas XII IPA SMA 1 Jogja.

Secara teknis, lanjut dia, program itu hanya dapat diterapkan pada ponsel android, sebab program di ponsel itu bersifat opensource – yang memungkinkan pengguna untuk mengembangkannya.

“Saat ini penelitian ini masih dalam proses pengembangan, saya berharap secepatnya hasil ini benar-benar digunakan secara nyata,” tutur remaja yang sempat melombakan penelitiannya dalam Indonesia Science Project Olympiade di Jakarta akhir Februari lalu dan memperoleh juara I tingkat nasional.

Future Market juga telah diujikan ke masyarakat, antara lain, konsumen dan minimarket. Respons masyarakat, papar dia, cukup baik. Terkait hak paten, akan diurus secepatnya seusai proses pengembangan selesai.

Perangkat lunak ini, sambungnya, tidak bisa diperlakukan seperti alat karena cakupannya lebih luas, yakni bagaimana dapat mengubah karakter konsumen sehingga dapat mengatur diri sendiri.

Siswa kelas XI IPS ini juga berencana untuk membawa hasil penemuannya ini dalam kejuaraan bidang informatika tingkat dunia, Infometrics, di Rumania awal Mei mendatang.

Kendala dalam penelitian yang dia lakukan muncul ketika dirasa kurangnya kepedulian pemerintah terhadap hasil penelitian siswa. “Biaya dalam kompetisi tersebut sepenuhnya ditanggung oleh peserta, sekolah akan berusaha membantu, namun jika belum mncukupi kemungkinan besar akan batal berangkat,” ucapnya.(Wartawan Harian Jogja/Switzy Sabandar)

MyPosts